MEMPREDIKSI BANJIR-KEKERINGAN DENGAN MODEL HIDROLOGI

Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat bermanfaat sebagai sumberdaya lahan dan sumberdaya air. Pemanfaatan sebagai sumberdaya lahan meliputi pertanian, hutan, perkebunan, perikanan, pertambangan dll. Sedangkan sebagai sumberdaya air bermanfaat sebagai suplai air irigasi, suplai air minum, PLTA, suplai air industri dll. Agar bermanfaat secara berkelanjutan, DAS harus dikelola dengan baik sekaligus dapat dimanfaatkan untuk memprediksi terjadinya banjir dan kekeringan. Secara alamiah, air DAS akan terdistribusi secara merata. Perubahan penggunaan lahan disuatu DAS akan berdampak positif maupun negatif terhadap lingkungan. Penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian dan dari lahan yang berpenutup vegetasi (vegetated land) menjadi berpenutup non vegetasi (non vegetated land) pada DAS cenderung meningkat menurut ruang dan waktu sebagai konsekuensi dari aktifitas pembangunan. Pengaruh negatif dari peningkatan alih fungsi lahan tersebut berakibat buruknya kondisi hidrologis DAS seperti meningkatnya debit puncak, fluktuasi debit antar musim, koefisien aliran permukaan yang mengakibatkan banjir atau kekeringan. Adanya aliran permukaan yang meningkat, mencirikan adanya perubahan respon hidrologis DAS. Respon hidrologis ini juga sebagai indikator dari kondisi tingkat kerusakan suatu DAS dan selanjutnya menjadi dasar untuk mengantisipasinya.

Aliran sungai pada sistem keluaran/titik pelepasan (oulet) sangat dipengaruhi oleh karakteristik curah hujan dan kondisi biofisik DAS. Menurut ahli hidrologi (Liamas (1993), yang mencakup karakteristik biofisik DAS mencakup: 1) geometri (ukuran, bentuk dan kemiringan) DAS; 2) morfometri (ordo sungai, kerapatan jaringan sungai, rasio panjang DAS), pedologi, geologi serta tutupan lahan. Dari kelima penciri biofisik tersebut, tipe penutupan lahan merupakan satu-satunya parameter yang dapat mengalami perubahan secara cepat dan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik debit. Dengan demikian masukan kedalam DAS dapat dioptimalkan dan menjadi suatu keluaran yang baik dengan mengatur kondisi biofisik tersebut.

Bahan dan peralatan yang dipergunakan dalam aplikasi model hidrologi
Bahan yang digunakan meliputi: 1) peta digital rupa bumi Indonesia (RBI) skala 1:50.000 wilayah DAS; 2) Citra Satelit landsat; 3) data hujan/iklim harian 10 tahun terakhir; 4) Stasiun Automatic Water Level Recorder/AWRL ; 5) konstruksi tiang penyangga sensor AWRL dan pagar pelindung data.
Peralatan yang digunakan terdiri dari: 1) perangkat pengukur kecepatan aliran sungai (current meter); 2) digital theodolit; 3) perangkat sistem informasi geografi (SIG) untuk membuat peta dalam format digital. Untuk memprediksi debit air DAS, dapat dilakukan dengan pemasangan alat duga muka air otomatis di outlet (sistem keluaran/titik pelepasan air pada aliran sungai). Alat ini dapat untuk mengukur aliran permukaan/debit air sesaat dalam satu episode hujan. Data debit air tersebut dapat digunakan untuk memvalidasi prediksi aliran permukaan yang dibangun berdasarkan karakteristik biofisik DAS. Sedang untuk mengetahui perubahan penutupan lahan yang terjadi secara cepat, dapat dilakukan dengan menganalisa data spasial citra satelit yang runut waktu. Penggunaan citra satelit, dapat mendelineasi penggunaan lahan secara cepat dan akurat dan dalam waktu yang teratur.

Cara
Untuk mengukur tinggi air secara otomatik dilakukan dengan memasang alat pengukur AWRL guna memperoleh data debit air secara kontinyu (interval 6 menit atau jam).
Selanjutnya dilakukan pengukuran topografi (penampang profil sungai) dengan theodolith, pengukuran kecepatan aliran (arus) sungai dengan current meter guna mengetahui kurva lengkung debit (rating curve) yang digunakan untuk menstraformasi data tinggi muka air hasil pengukuran stasiun AWRL dalam satuan meter menjadi data debit dalam ukuran meter kubik/detik. Karakteristik biofisik DAS diidentifikasi berdasarkan pengukuran dan perhitungan peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000 yang hasilnya berupa informasi tentang karakteristik geometrik, morfometrik dan pedologik DAS.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: 1) Titik lokasi alat tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut atau fluktuasi tinggi muka air yang terjadi pada depresi alami (danau); 2) bentuk sungai pada titik lokasi alat relatif lurus sehingga ideal untuk pengukuran kecepatan aliran; dan 3) Lokasi mudah dijangkau dan secara teknis memungkinkan dibangun konstruksi penyangga sensor AWRL.

Model hidrologi
DAS merupakan satu sistem hidrologi, sehingga terdapat sistem masukan (input) seperti curah hujan dan energi sedang sistem keluaran (output) seperti air, sedimen dan unsur hara. Dari debit aliran inilah secara kuantitas dan kualitas dapat dijadikan sebagai sebagai petunjuk mampu tidaknya DAS berfungsi dan berperan sebagai pengatur proses hidrologis. Dari segi tata air, DAS dapat dikatakan dalam kondisi baik bila pada outlet menunjukkan kecenderungan sebagai berikut: 1) Perbandingan antara debit maksimum bulanan dengan debit minimum bulanan dalam satu tahun menunjukkan kecenderungan menurun; 2) unsur utama hidrograf satuan menunjukkan waktu respon (time to peak discharge) semakin lama dan debit puncak (peak discharge) semakin lama dan debit puncak (peak discharge) semakin menurun; 3) volume base flow dan koefisien resesi semakin meningkat; dan 4) koefisien run off sesaat dan tahunan menurun.
Bila debit aliran sungai dapat disajikan secara informatif (dalam bentuk hidrograf) maka permodelan data debit dan aliran permukaan yang disusun berdasarkan karakteristik fisik DAS, hal ini akan sangat membantu karakteristik hidrolis DAS tersebut banjir atau kekeringan.


Oleh : Ir.Sri Puji Rahayu, MM/ yayuk_edi@yahoo.com
Sumber : Jurnal Tanah dan Iklim, BB Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor 2009.

http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/memprediksi-banjir-kekeringan-dengan-model-hidrologi

Komentar