POLA CURAH HUJAN MENENTUKAN POLA TANAM PADI

Perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global telah mengakibatkan perubahan harmoni alam antara lain terjadinya peningkatan suhu udara, kenaikan tinggi air muka laut sebagai akibat pencairan es di kutub dan berubahnya pola hujan. Peningkatan suhu, mengakibatkan menurunnya produksi tanaman yang disebabkan adanya peningkatan transpirasi, peningkatan konsumsi air, percepatan pematangan buah/biji dan berkembangnya beberapa organisme pengganggu tanaman (OPT) padi. Kenaikan tinggi air muka laut, berakibat pada berkurangnya lahan pertanian terutama didaerah pesisir/pantai, banjir, rusaknya infrastruktur pertanian dan meningkatnya salinitas yang merusak tanaman. Perubahan pola hujan, perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya perubahan pola hujan yang mengakibatkan pergeseran awal musim. Musim kemarau yang panjang mengakibatkan terjadinya bencana kekeringan dan menurunnya luas areal tanam sehingga menimbulkan menurunnya produktivitas tanaman khususnya padi. Sementara musim hujan berlangsung dalam waktu yang pendek dengan kecenderungan intensitas curah hujan lebih tinggi yang berakibat terjadinya bencanna banjir dan tanah longsor.
Hasil analisis Ratag (2007) tentang adanya perubahan pola hujan tahun 1990-2000 untuk musim hujan bulan September-Oktober-November, disebutkan bahwa intensitas hujan berubah makin tinggi, sebagai akibat jumlah hari hujan semakin pendek dalam setahun dan diperkirakan akan berlanjut dimasa yang akan datang. Berubahnya pola hujan tentunya berdampak pula pada pergeseran awal musim dan pola tanam petani padi yang sudah terbiasa dengan pola pranata mangasa.
Salah satu cara menentukan pola hujan yaitu dengan menggunakan kriteria bulan basah dan kering dalam setahun. Oldeman (1975) menentukan bulan basah dengan dasar nilai ambang batas ketersediaan air yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan air tanaman (crop water requirement). Klasifikasi berdasarkan Oldeman ini dikenal sebagai klasifikasi agroklimat karena selain dapat untuk menentukan pola hujan juga dapat menggambarkan potensi periode masa tanam (length of growing period) khususnya tanaman padi.

Data dan analisis pola hujan menggunakan (metode Oldeman)
Data yang diperlukan dalam mendapatkan gambaran perubahan pola hujan adalah data curah hujan dengan periode pengamatan yang panjang (lebih dari 10 tahun).
Berdasarkan iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG, 2006) kriteria tahun basah, tahun normal dan tahun kering adalah sebagai berikut: 1) Tahun basah dengan kriteria jumlah curah hujan > 115% yaitu jika nilai perbandingan curah hujan tahunan terhadap rata-ratanya lebih besar dari 115%; 2) Tahun normal dengan kriteria jumlah curah hujan 85-115% yaitu jika nilai perbandingan curah hujan tahunan terhadap rata-ratanya 85- 115%; dan 3)Tahun kering dengan kriteria jumlah curah hujan < 115% yaitu jika nilai perbandingan curah hujan tahunan terhadap rata-ratanya kurang dari 85%. Kemudian pada setiap kelompok hujan tersebut dihitung nilai rata-rata curah hujan setiap bulan pada periode yang ditentukan (lebih dari 10 tahun) sehingga diperoleh 12 macam data tahun basah, tahun normal dan tahun kering. Dari data yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan metode Oldeman yaitu : 1)Bulan basah adalah bulan dengan dengan curah hujan lebih dari 200 mm; 2) Bulan kering adalah bulan dengan curah hujan kurang dari 100 mm; dan 3) Bulan lembab adalah bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm dan kurang dari 200 mm. Oldeman (1975) telah membagi periode masa tanam dan pola hujan menjadi 15 yaitu: 1. Pola hujan A, dengan jumlah bulan basah > 9 dan bulan kering < 2 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 10-12 bulan. 2. Pola hujan B1, dengan jumlah bulan basah 7-9 dan bulan kering < 2 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 11-12 bulan. 3. Pola hujan B2, dengan jumlah bulan basah 7-9 dan bulan kering 2-4 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 9-10 bulan. 4. Pola hujan B3, dengan jumlah bulan basah 7-8 dan bulan kering 4-5 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 7-8 bulan. 5. Pola hujan C1, dengan jumlah bulan basah 5-6 dan bulan kering < 2 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 11-12 bulan. 6. Pola hujan C2, dengan jumlah bulan basah 5-6 dan bulan kering 2-4 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 9-10 bulan. 7. Pola hujan C3, dengan jumlah bulan basah 5-6 dan bulan kering 5-6 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 6-8 bulan. 8. Pola hujan D1, dengan jumlah bulan basah 3-4 dan bulan kering < 2 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 11-12 bulan. 9. Pola hujan D2, dengan jumlah bulan basah 3-4 dan bulan kering 2-4 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 9-10 bulan. 10.Pola hujan D3, dengan jumlah bulan basah 3-4 dan bulan kering 5-6 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 6-8 bulan. 11.Pola hujan D4, dengan jumlah bulan basah 3-4 dan bulan kering >6 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 3-5 bulan.
12.Pola hujan E1, dengan jumlah bulan basah < 3 dan bulan kering < 2 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 11-12 bulan. 13.Pola hujan E2, dengan jumlah bulan basah < 3 dan bulan kering 2-4 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 9-10 bulan. 14.Pola hujan E3, dengan jumlah bulan basah < 3 dan bulan kering 5-6 bulan, mempunyai periode masa tanam selama 6-8 bulan. 15.Pola hujan E4, dengan jumlah bulan basah < 3 dan bulan kering > 6 bulan, mempunyai periode masa tanam selama < 6 bulan. Berkaitan dengan pola tanam (terutama padi) yang diterapkan petani, diperlukan strategi berupa: 1) optimalisasi pengelolaan sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan pada waktu musim kemarau dan drainase pada waktu kelebihan air; 2) menggunakan varietas tanaman padi yang berumur genjah (pendek); dan menentukan kalender dan pola tanam yang sesuai dengan perubahan iklim. Oleh : Ir.Sri Puji Rahayu, MM/ yayuk_edi@yahoo.com Sumber : Jurnal Tanah dan Iklim, BB Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor 2007; Agroklimat dan Hodrologi, 2009, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/pola-curah-hujan-menentukan-pola-tanam-padi

Komentar